Rabu, 28 Oktober 2009

Love isn't Blind

Betapa manusia mengagung-agungkan cinta, apa pun akan diusahakan untuk meraih cinta yang didamba, bahkan tidak sedikit orang yang bermain “curang” untuk berkompetisi memperjuangkan cintanya dengan mengabaikan pertimbangan apakah sesuatu tersebut layak atau tidak untuk diperjuangkan.

Jika kita “termakan” oleh istilah love is blind, maka cinta adalah esensi hati yang tidak ada kemampuan bagi manusia untuk mengusahakannya dan tidak punya kuasa untuk mengendalikannya, benarkah seperti itu?

Rasa cinta sebagai esensi hati manusia merupakan karunia yang akan mendatangkan keberkahan sejauh kita memperhatikan bagaimana dan kepada siapa cinta itu didedikasikan. Hal yang paling dekat adalah mencintai seseorang/pasangan, bukan suatu hal yang kebetulan seseorang memilih untuk memberikan sebagian hatinya yang diliputi rasa cinta, pasti akan selalu ada alasan kenapa seseorang mencintai pasangan (terlepas dari alasannya hanif atau sesat), dalam hal ini love is not blind bukan? Hanya orang yang kurang introspeksi saja yang mengatakan kalau dirinya tidak tahu kenapa mencintai seseorang.

Bukankah Islam telah memberikan gambaran yang jelas, cinta seperti apakah yang patut diperjuangkan? Serta atas dasar apa cinta itu dilabuhkan? Cinta yang dilandasi niat suci karena Allah tidak pernah mendatangkan kesedihan, karena Dia-lah pemilik segala cinta. KecintaanNya terhadap manusia begitu sempurna dengan menurunkan aturan-aturan jelas demi kemaslahatan manusia, di sinilah kita menjalani tarbiyah iradah dengan mendidik kehendak (cinta) agar selalu berada dalam kerangka akhlaqul karimah.

Selanjutnya, kepada siapakah hati penuh cinta kita dilabuhkan? Islam juga telah memberikan gambaran yang jelas, yaitu pada orang yang layak berdasarkan agamanya, keluarganya, atau harta kekayaannya, dan tentu saja kita semua tahu berdasarkan kriteria manakah yang lebih prioritas kita pilih.

Satu hal yang pasti bahwa Allah Maha Adil dengan memasangkan makhluknya berdasarkan khufu’. Jika kita menginginkan pasangan yang baik, maka mari kita sama-sama introspeksi, layakkah kita mendapatkan yang baik? Hal ini menjadi motivasi bagi diri untuk “tahu diri” lebih memperbaiki diri, hasil yang baik dan penuh keberkahan akan diperoleh dengan proses yang baik pula. Insya Allah, karena Allah tidak akan menyia-nyiakan usaha hambaNya sejauh dia bersungguh-sungguh.

Semoga kita termasuk manusia yang istiqamah memperbaiki diri dalam proses melayakan diri untuk mendapatkan cintaNya. Aamiin.

source : Kotasantri,M.Komalawati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar